TUGAS PERTEMUAN 3 PEREKONOMIAN INDONESIA (SOFTSKILL) - BAB 6/7 - KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
KEMISKINAN
DAN KESENJANGAN
Tugas
Perekonomian Indonesia
(SOFTSKILL)
Disusun
Oleh:
Rofy
Dhiyawan Saputra
1EB08
26215240
A. Konsep dan
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan,dll.
Konsep
Kemiskinan
Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif
adalah konsep kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan
standar kelayakan hidup seseorang atau kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk
pada perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat
dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut
ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis
kemiskinan) dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada
kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan
relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk. Untuk melihat lebih jauh kondisi
kemiskinan yang terjadi di Indonesia berikut ini ditampilkan tabel perkembangan
jumlah penduduk miskin yang terjadi di daerah perkotaan dan pedesaan beserta
persentase penduduk miskin.
B. Garis
Kemiskinan
Garis kemiskinan di Indonesia secara luas digunakan pertama
kali dikenalkan oleh Sajogyo pada tahun 1964 yang diukur berdasarkan konsumsi
setara beras per tahun. Menurut Sajogyo terdapat tiga ukuran garis kemiskinan
yaitu miskin, sangat miskin dan melarat yang diukur berdasarkan konsumsi per
kapita per tahun setara beras sebanyak 480 kg, 360 kg dan 270 kg untuk daerah
perkotaan dan 320 kg, 240 kg dan 180 kg untuk daerah pedesaan (Arndt,
Pembangunan dan Pemerataan, hal 58, 1987). BPS menghitung jumlah dan persentase
penduduk miskin (head count index) yaitu penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan berdasarkan data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Garis kemiskinan yang merupakan dasar penghitungan jumlah penduduk miskin
dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
yaitu besarnya rupiah yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum makanan dan non makanan atau lebih dikenal dengan garis kemiskinan
makanan dan non makanan.
Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk
pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka
yang berada dilapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu
masyarakat digolongkan sebagai penduduk miskin. Dalam kategori seperti ini,
dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat
mencukupi hak dasarnya, namun tingkat keterpenuhannya berada dilapisan
terbawah. Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar
kelompok penduduk. Pendekatan ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis
kemiskinan, tetapi pada besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat
paling bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang
berorientasi pada pendekatan ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil
perbedaan antara mereka yang berada dibawah (miskin) dan mereka yang makmur
dalam setiap dimensi statifikasi dan diferensiasi sosial. Ketimpangan merupakan
suatu permasalahan yang berbeda dengan kemiskinan. Dalam hal mengidentifikasi
dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup
untuk digunakan dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara
secara keseluruhan.
Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk
membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak
mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama. World Bank mengelompokkan
penduduk kedalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40 persen
penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk dengan pendapatan
menengah dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan
pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari
kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total pendapatan
seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria
seperti berikut: Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang
dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi. Jika proporsi jumlah
pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total
pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan sedang. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih
dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.
C. Penyebab
dan Dampak Kemiskinan
Penyebab
Kemiskinan
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat
mazhab (Spicker, 2002),yaitu: Pertama, Individual explanation, mazhab ini
berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang
miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang
sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering
salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih
tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebagian orang miskin bukan
karena tidak pernah memiliki kesempatan,
namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut.
Seseorang yang sudah bekerja namun karena sesuatu hal
akhirnya ia diberhentikan (PHK) dan selanjutnya menjadi miskin. Ada juga yang
sebelumnya telah memiliki usaha yang baik, namun gagal dan bangkrut, akhirnya
menjadi miskin.
Sebagian lagi pernah
memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, namun gagal
menyelesaikannya, drop out dan akhirnya menjadi miskin. Tidak jarang juga
terlihat bahwa seseorang menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan. Dengan
keterbatasannya itu ia tidak mampu bekerja dengan baik, bersaing dengan yang
lebih sehat dan memiliki kesempatan yang lebih sedikit dalam berbagai hal yang
dapat menentukankondisi ekonomi hidupnya.
Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa
kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua
yang rendah telah membawa dia kedalam
kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh
pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa
kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat
karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum
perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi
kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat
pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena
sudah terbiasa dan memang kulturnya yang
membuat demikian.
Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap
bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang
dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain menimbulkan perbedaan hak
untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara
mereka yang statusnya rendah dan haknya
terbatas.
Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah,
atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga masuk ke dalam mazhab
ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan
struktural.
Kemiskinan
tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
·
Ketidakberdayaan.
·
Keterkucilan,
·
Kemiskinan materi,
·
Kerentanan,
·
Sikap,
Kemiskinan
dapat juga disebabkan oleh:
·
Rendahnya kualitas angkatan kerja
·
Akses yang sulit dan terbatas
terhadap kepemilikan modal
·
Rendahnya tingkat penguasaan
teknologi
·
Penggunaan sumberdaya yang tidak
efisien
·
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
(Sharp et al, 2000).
Selain
dari berbagai pendapat di atas, kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua
faktor,yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal adalah faktor
yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti sikap yangmenerima apa
adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yangkurang
sempurna. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri
si miskin,seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan
kerja, ketiadaankesempatan, sumberdaya alam yang terbatas, kebijakan yang tidak
berpihak dan lainnya.Sebahagian besar faktor yang menyebabkan orang miskin
adalah faktor eksternal.Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah
pertumbuhan ekonomi lokal dan globalyang rendah, pertumbuhan penduduk yang
tinggi, dan stabilitas politik yang tidak kondusif.
Dampak
kemiskinan antara lain :
·
Kriminalitas
·
Tingkat pendidikan rendah
·
Tingkat kesehatan rendah dan
meningkatnya angka kematian
D. Pertumbuhan,
Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara
laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan
PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan si kaya dengan si miskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997)
menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi
pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan
meningkat kembali di LDC’s dan DC’s
seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan, semakin besar ketimpangan dalam
distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar
buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan
oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham
pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang
panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan
distribusi pendapatan. Dengan data cross sectional (antara negara) dan time
series, Simon Kuznets menemukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat
pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan
dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi
industri) è Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan
naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses
pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap
tenaga kerja dari desa atau produksi
atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
· Sebagian besar mendukung hipotesis
tersebut, tapi sebagian lain menolak
· Hubungan positif pertumbuhan ekonomi
dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
· Kurva bagian kesenjangan (kiri)
lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire (1995) dengan data deret waktu mengenai
indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993)
menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara tahun 1970an dengan tahun
1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia
(1976) yang mendukung hipotesis Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan
menyatakan bahwa distribusi pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara,
karena konsep pendapatan, unit populasi dan cakupan survey berbeda.
Hubungan
Pertumbuhan dan Kemiskinan.
Hipotesis Kuznets: Pada tahap awal pembangunan tingkat
kemiskinan meningkat dan pada tahap akhir pembangunan tingkat kemiskinan
menurun.
Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:
·
Pertumbuhan
·
Tingkat pendidikan
·
Struktur ekonomi
E. Beberapa
Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Indikator
Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam
distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur
adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the
generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai
koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 :
ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva
lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh
kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat
ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Indikator
Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata
berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar
kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari
besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan
minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan
digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan
minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta
aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index.
Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam
metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang
menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai
rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis
kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line)
dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang
diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi
empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang
hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis
kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang
menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks
jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks
ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.
F.
Kemiskinan di Indonesia
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan
tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya
melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi
upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang
juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal,
sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu
kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor,
antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia
pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah
penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik,
kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan
terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan
memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan
rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan
menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup,
kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri
diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan.
Masyarakat miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk
memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas
sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya
tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka
menerima upah yang sangat sedikit.Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah
membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan
menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan.
kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis
mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya
adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat
mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada
hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan
seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan yang melanda di indonesia antara lain:
· Kualitas sumber daya manusia itu
sendiri
· Sistem pemerintahan di Indonesia
yang masih belum maksimal
· Pengangguran
G. Faktor-Faktor
Penyebab Kemiskinan
Faktor-Faktor
Penyebab Kemiskinan menurut Emil Salim :
· Tidak memiliki faktor produksi.
· Tidak memiliki kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
· Tingkat pendidikan mereka rendah,tak
sampai tamat sekolah dasar.
· Kebanyakaan mereka tinggal di
pedesaan.
· Hidup di kota dengan kurangnya
ketrampilan dan pendidikan
Faktor
Penyebab Kemiskinan menurut Bank Dunia :
· Kegagalan kepemilikan terutama tanah
dan modal
· Terbatasnya ketersediaan bahan
kebutuhan dasar dan prasarana
· Kebijakan pembangunan yang bias
perkotaan dan bias sektor
· Adanya perbedaan kesempatan di
antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
· Adanya perbedaan sumber daya manusia
dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern)
· Rendahnya produktivitas dan tingkat
pembentukan modal dalam masyarakat.
· Budaya hidup yang dikaitkan dengan
kemampuan seseorang mengelolah sumber daya alam dan lingkungannya.
· Tidak adanya tata pemerintah yang
bersih dan baik (good governance)
· Pengelolaan sumber daya alam yang
berlebihan dan tidak berwawasan lingkunagan
H. Kebijakan anti
Kemiskinan
Kebijakan anti kemiskinan dan
distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat
penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain
sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent
Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan
kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan
ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan
pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan,
dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat
suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang
sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana
alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi
kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan
sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
·
Intervensi jangka pendek, berupa :
-Pembangunan/penguatan sektor usaha
-Kerjsama regional
-Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
-Desentralisasi
-Pendidikan dan kesehatan
-Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
-Pembagian tanah pertanian yang merata
·
Pembangunan sektor pertanian, usaha
kecil, dan ekonomi pedesaan
·
Manajemen lingkungan dan SDA
·
Pembangunan transportasi,
komunikasi, energi dan keuangan
·
Peningkatan keikutsertaan masyarakat
sepenuhnya dalam pembangunan
·
Peningkatan proteksi sosial (termasuk
pembangunan sistem jaminan sosial)
Daftar Pustaka:
Komentar
Posting Komentar