HUKUM PERDATA DI INDONESIA
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(SOFTSKILL)
DISUSUN OLEH:
Rofy Dhiyawan S
2EB07
26215240
JURUSAN
AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ISTILAH DAN PENGERTIAN
HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan
oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada
masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht
dan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata,
seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke
-19 adalah : “suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan
perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi
kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan
hukum perdata adalah : “aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan
prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna
kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama
yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas,
kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu
degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya
orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang
lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak
tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain
dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan. Di dalam
hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1.
Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2.
Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata
tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
·
Manusia
·
Manusia sama dengan
orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
·
Badan hukum
Badan hukum adalah
kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak
dan kewajiban. Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
o
Hubungan keluarga
o
Dalam hubungan keluarga
akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
o
Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan
masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum
waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan
unsur-unsurnya yaitu:
1. Adanya kaidah hukum
2. Mengatur hubungan antara subjek hukum satu
dengan yang lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata
meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum
perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.
A.
HUKUM PERDATA MATERIIL
DI INDONESIA
Hukum perdata yang
berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu
terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk
pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum
perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah :
1)
Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia
Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
a)
Golongan Eropa dan
dipersamakan dengan itu
b)
Golongan timur asing.
Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti
Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan
Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c)
Bumiputra,yaitu orang
Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
d)
Konsekuensi logis dari
pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang
diberlakukan kepada mereka.
2)
Belum adanya ketentuan
hukum perdata yang berlaku secara nasional.
B.
SUMBER HUKUM PERDATA
TERTULIS
Pada dasarnya sumber
hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam :
1.
Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil
adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan
social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional,
dan keadaan georafis.
2.
Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal
merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau
cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata
,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi
lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.
Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat,
dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat
ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber
perdata tertulis yaitu :
1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving)
ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun 1974
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan
traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam
bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl.
Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang
PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau
putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau
peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam
perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum
. dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut
arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim
di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa
Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum
Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku
Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan
setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli
dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan
terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga
orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum. Pada
tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut
“Code Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman
Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya
pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya
dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya
penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon
menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang
isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland
disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan
jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis
ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum
Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk
Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code
Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua
Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai saat ini kita kenal
denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang
untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Contoh Kasus Perdata
Dalam Masyarakat
Kasus sengketa tanah
Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya
dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk
mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional.
Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai
dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga
diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad
baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.
Adanya kasus penyuapan
di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya
penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap
mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan
terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga
yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu,
mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan.
Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.
Penyelesaian kasus
sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan.
Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak
memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa
yang meliputi ;
Ø azas quality before the law yaitu azas
persamaan hak dan derajat di muka hukum.
Ø azas equal protection on the law yaitu azas
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh
hukum.
Ø azas equal justice under the law yaitu azas
yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.
Bila azas keadilan
tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi
dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa
pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT.
Portanigra.
Dalam kasus sengketa
tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal
sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat
dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan
akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept),
putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal,
pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail
dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah.
Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan
menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat
penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
Banyak pelajaran yang
dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra sebagai
perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli
tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan
yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat
penting sebagai bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan
kesalahan karena mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah.
Pengertian
dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
1. Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata mempunyai arti
yang luas, yakni meliputi semua Hukum Privat Materiil, dan dapat dikatakan
sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat Materiil (Hukum Perdata Materiil) adalah hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan
kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Di dalamnya terkandung
hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam
hubungan terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formiil yang lebih
dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) yang artinya hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan
pengadilan perdata.
2. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum
Perdata di Indonesia ini masih bersifat majemuk (masih beraneka warna atau
ragam). Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis yang disebabkan karena adanya
keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia (karena negara Indonesia terdiri
dari berbagai suku bangsa)
2. Faktor Hostia Yuridis dapat
kita lihat pada pasal 163 I.S. dan pasal 131 I.S. Pada pasal 163 I.S. membagi
penduduk menjadi 3 golongan yaitu :
1)
Golongan Eropa dan
yang dipersamakan
2)
Golongan Bumi Putera
(pribumi) dan yang dipersamakan
3)
Golongan Timur Asing
(bangsa Cina, India, Arab)
Sedangkan pada pasal 131 I.S.
mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang
tersebut dalam 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu :
·
Bagi golongan Eroa dan
yang dipersamakan, berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang
diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Belanda berdasarkan Azas
Konkordansi
·
Bagi golongan Bumi
Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Adat mereka yaitu
hukum yang sejak dahulu kala berlaku di rakyat. Dimana sebagian besar dari
Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat.
·
Bagi golongan Timur
Asing (bangsa Cina, India, Arab), berlaku hukum masing-masing dengan catatan
bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri
kepada Hukum Eropa Barat, baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam
tindakan hukum tertentu.
Untuk memahami keadaan
Hukum Perdata di Indonesia, kita harus mengetahui terlebih dahulu riwayat
politik pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik
bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum di Indonesia ditulis dalam pasal
131 I.S (Indische Staatregeling) yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
v
Hukum Perdata dan
Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu di Kodefikasi).
v
Untuk golongan bangsa
Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Belanda (sesuai Azas
Konkordansi).
v
Untuk golongan bangsa
Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan
mereka menghendakinya, peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dapat berlaku
bagi mereka.
v
Untuk orang Indonesia
Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu
peraturan bersama dengan bangsa Eropa maka diperbolehkan menundukkan diri pada
hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara
umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa
Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap
berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat
Berdasarkan pedoman diatas, pada jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa
Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang :
Ø
Perjanjian kerja
perburuhan (Staatsblat 1879 no 256)
Ø
Pasal 1788-1791 BW
perihal hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad 1907 no 306)
Ø
Beberapa pasal dari
WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang
secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
Ø
Ordonansi Perkawinan
Bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
Ø
Organisasi tentang
Maskapai Andil Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no
717)
Ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
1. Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun
1912)
2. Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad
1933 no 108)
3. Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
4. Ordonansi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938 n0 98)
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia
1. Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik
Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)
Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik
Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) terdiri dari
empat buku sebagai berikut :
1)
Buku I yang berjudul
“Perihal Orang” ‘van persoonen’ memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan
2)
Buku II yang berjudul
“Perihal Benda” ‘van zaken’, memuat hukum benda dan hukum waris
3)
Buku III yang berjudul
“Perihal Perikatan” ‘van verbinennisen’, memuat hukum harta kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
4)
Buku IV yang berjudul
Perihal Pembuktian Dan Kadaluwarsa” ‘van bewjis en verjaring’, memuat perihal
alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan
hukumSistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan
2. Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata
sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
1)
Hukum tentang orang
atau hukum perorangan (persoonrecht) yang antara lain mengatur tentang orang
sebagai subjek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan
bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
2)
Hukum kekeluargaan
atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain tentang perkawinan,
perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta
kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai hubungan hukum antara orangtua dan
anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijik macht), perwalian (yongdij),
dan pengampunan (curatele).
3)
Hukum kekayaan atau
hukum harta kekayaan (vernogenscrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta ini meliputi hak mutlak ialah
hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan hak perorangan adalah hak-hak
yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak tertentu saja.
4)
Hukum waris (etfrecht)
mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia
(mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan
yang ditinggalkan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA :
Tgl 04/24/2017 :
ü
https://dwisetiati.wordpress.com/2012/06/05/sejarah-singkat-hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
Komentar
Posting Komentar